Jumat, 06 Mei 2016

Contoh Teks Sejarah "Penembak Misterius (PETRUS)"


Penembakan Misterius (PETRUS)

Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus (operasi clurit) adalah suatu operasi rahasia dari pemerintahan Soeharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi pada saat itu.
Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah "petrus" (penembak misterius).
Sebagian besar korban para petrus adalah preman-preman kelas teri yang biasanya menjadi pemalak, perampok, dan Bromocorah atau mereka yang dianggap melawan peraturan kekuasaan rezim soeharto. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Galli. Petrus biasanya mengambil para pemuda yang dianggap sebagai preman. Meraka biasanya dibawa dengan mobil jeep gelap dan dibawa ke tempat yang jauh dari keramaian. Setelah itu mereka dibunuh dan mayatnya dibiarkan tergeletak begitu saja. Pada masa itu, para preman menjadi sangat takut untuk keluar rumah, bahkan pemuda bukan preman tapi mempuanyai tato di badanya kadang juga sering menjadi incaran para petrus. Maka tak heran jka pada masa itu, Rumah sakit kewalahan menerima para pemuda yang ingin menghapus tato mereka.
Petrus berawal dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat. Pada Maret tahun yang sama, di hadapan Rapim ABRI, dan pada Soeharto meminta polisi dan ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas.
Permintaannya ini disambut oleh Pangopkamtib Laksamana Soedomo dalam rapat koordinasi dengan Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta di Markas Kodam Metro Jaya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di masing-masing kota dan provinsi lainnya.
Adapun operasi-operasi yang di lakukan oleh petrus yaitu di antaranya Operasi di Yogyakarta. Selama sebulan OPK di Yogyakarta, paling tidak enam tokoh penjahat tewas terbunuh. Para korban OPK yang ditemukan tewas itu rata-rata dengan luka tembak mematikan di kepala dan lehernya. Dua di antara korban OPK yang berhasil diidentifikasi adalah mayat Budi alias Tentrem (29) dan Samudi Blekok alias Black Sam (28). Mayat Budi yang dulu ditakuti dan dikenal lewat geng Mawar Ireng-nya ditemukan dalam parit di tepi jalan di daerah Bantul, Selatan Yogyakarta, tepat pada awal tahun 1985. Sedangkan mayat Black Sam diketemukan tergeletak di semak belukar di kawasan Kotagede yang tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta. Dari cara membuang mayatnya, jelas ada semacam pesan yang ditujukan kepada para bromocorah di Yogyakarta, agar segera menyerahkan diri atau menemui ajal seperti rekan-rekannya.
Selain itu ada pula operasi pemberantasan kejahatan yang berlangsung di Semarang, operasi ini bisa menunjukkan bahwa para preman yang dahulu pernah diorganisir untuk kepentingan politik, seperti sebagai pendukung partai politik tertentu, ternyata tetap menjadi sasaran Petrus ketika dianggap sudah tak berguna.
Korban OPK di kota Jakarta tak kalah banyak karena mayat-mayat korban pembunuhan yang ditemukan di berbagai tempat terus saja menjadi berita surat kabar dan buah bibir warga Ibukota. Mayat yang tewas dalam kondisi kepala atau dada ditembus peluru itu memiliki tanda khusus berupa sejumlah tato di tubuhnya. Ciri khas mayat yang ditemukan di Jakarta adalah mengambang di dalam karung yang hanyut di sungai dan saat dibuka korbannya pasti terikat tangannya serta memiliki tato di tubuhnya. Penemuan mayat-mayat korban OPK juga terjadi di kota-kota besar lainnya dan fakta ini menunjukkan bahwa OPK memang dilancarkan secara nasional. Dilihat dari para korban OPK yang ada, bisa dikatakan Operasi Celurit untuk menumpas angka kejahatan cukup berhasil.
Masalah Petrus saat itu memang jadi berita hangat, ada yang pro dan kontra, baik dari kalangan hukum, politisi sampai pemegang kekuasaan. Amnesti Internasional pun juga mengirimkan surat untuk menanyakan kebijakan pemerintah Indonesia ini. Jika ditinjau dari sisi kemanusiaan dan HAM, memang hal tersebut sangat salah. Namun jika ditilik dari segi keamanan dan kenyamanan publik, sepertinya bangsa ini membutuhkan “Petrus”. Adapun tanggapan pro terhadap petrus dari presiden Suharto yaitu beliau beranggapan bahwa adanya petrus itu berupa shock therapy, therapy goncangan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan.
Memang tindakan petrus akhirnya menimbulkan pro dan kontra. Hal yang di pro dan kontra kan lebih pada sasaran petrus yang di bunuh secara kejam. Seiring dengan berjalannya waktu dan berakhirnya pemerintahan Soeharto, petrus pun menghilang tanpa jejak.



 

Happy Reading Published @ 2014 by Ipietoon